Untuk mengetahui awal masuknya Buddhisme (Agama Buddha) ke Indonesia,
kita memerlukan sumber yang mengacu pada peninggalan-peninggalan masa
lampau. Peningggalan-peninggalan masa lalu tersebut terdiri dari
prasasti-prasasti yang ditemukan dan berita-berita luar negeri, yaitu
dari orang-orang China yang mengunjungi Indonesia. Prasasti yang berasal
dari abad kelima hingga ketujuh tidak terlalu banyak memberikan
informasi. Prasasti itu berasal dari Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Dari
prasasti itu kita hanya mengetahui bahwa pada waktu itu ada raja-raja
yang memiliki nama yang berbau India, seperti Mulawarman di Kutai dan
Purnawarman di Jawa Barat. Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa raja
tersebut berasal dari India. Yang paling mungkin adalah raja-raja
tersebut adalah orang Indonesia asli yang sudah memeluk agama yang
datang dari India.
Selanjutnya prasasti tersebut
menunjukan bahwa agama yang dipeluk adalah Hinduisme (bukan Buddhisme).
Tetapi dari penemuan patung-patung Buddha di beberapa bagian di
Indonesia, jelaslah dapat disimpulkan bahwa Buddhisme juga sudah
memasuki Indonesia, walaupun mungkin belum begitu meluas.
Sebelum kedatangan agama yang
datang dari India, dapat dipastikan bahwa Pada jaman dahulu orang-orang
di Indonesia menyembah dan memuja roh leluhur. Leluhur dianggap sebagai
yang telah berjasa dan mempunyai banyak pengalaman. Roh leluhur, Hyang,
atau Dahyang, demikian beberapa sebutan yang biasa dipakai, menurut
kepercayaan pada waktu itu dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat
digunakan oleh orang-orang yang masih hidup. Kekuatan gaib itu
diperlukan jika orang mulai suatu pekerjaan yang penting. Misalnya akan
berangkat perang, akan mulai mengerjakan tanah, dan lain sebagainya.
Mereka
percaya juga bahwa benda-benda seperti pohon besar, batu besar, gunung
dan sebagainya dihuni oleh roh-roh. Ada kalanya benda-benda atau
senjata-senjata juga dianggap bertuah dan sakti sehingga dijadikan jimat
oleh pemiliknya. Upacara pemujaan roh leluhur harus diatur
sebaik-baiknya, agar restu mudah diperoleh. Pertunjukan wayang erat
hubungannya dengan upacara tersebut. Kepercayaan kepada Hyang masih
dapat kita lihat sampai saat ini.
Informasi paling tua tentang
keberadaan Buddhisme di Jawa dan Sumatera yang pada waktu itu belum
begitu meluas juga didapat dari pengelana China bernama Fa Hsien (+/-337
– 422 M), yang sekembalinya dari Ceylon (Sri Lanka) ke China pada tahun
414 Masehi terpaksa mendarat di negeri yang bernama Ye-Po-Ti karena
kapalnya rusak. Sekarang tidak terlalu jelas apakah Ye-Po-Ti itu Jawa
atau Sumatera. Beberapa ahli mengatakan bahwa Ye-Po-Ti adalah Jawa
(Javadvipa). Fa Hsien menyebutkan dalam catatannya bahwa hanya sedikit
umat Buddha yang dijumpai di Ye-Po-Ti, yang banyak adalah orang-orang
yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme. Namun demikian,
sepertinya kondisi mulai berubah sesudah abad kelima.
0 komentar:
Posting Komentar